Ulat Sagu
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
|
Kecurigaan adanya pelanggaran hak cipta |
 Sebagian atau keseluruhan dari artikel ini dicurigai telah melanggar hak cipta dari tulisan dengan alamat : Disarankan untuk tidak melakukan perubahan apapun sampai masalah pelanggaran hak cipta di artikel ini diteliti pengguna lain dan diputuskan melalui konsensus
Kecuali kecurigaan hak cipta ini bisa dibuktikan salah dalam waktu paling lambat dua minggu, artikel ini akan dihapus |
|
[sunting] Ulat sagu
Di Papua,SETIAP perempuan Suku Kamoro diwajibkan mencari sagu setiap hari. Sagu tetap menjadi pilihan utama makanan pokok masyarakat ini meski mereka telah diperkenalkan dengan beras. Kaum perempuan memulai mencari sagu di pagi hari setelah melepas para kaum laki-laki yang meninggalkan rumah untuk mencari hewan buruan di hutan mangrove. Mencari sagu yang berada di pohon sagu tidaklah terlalu sulit karena tumbuh di hutan sekitar permukiman mereka. Setelah pohon sagu ditemukan, para perempuan Kamoro mulai menebang pohon ini. Jangan kaget, dengan kampak di tangan, mereka melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki di daerah lain. Proses menebang biasanya menghabiskan waktu sekitar satu jam.
Setelah pohon tumbang, mereka mulai menguliti kulit kayu untuk mendapatkan sagu yang berada di dalam pohon. Setelah bagian sagu ditemukan, mereka menumbuknya agar hancur menjadi mirip ampas kelapa yang selesai diparut. Cara menumbuknya persis seperti mencangkul tanah dengan alat yang mereka namakan pangkur. Alat ini mirip cangkul berukuran kecil dengan bagian ujungnya yang runcing untuk menghancurkan buah sagu. Disesuaikan dengan nama alatnya, mereka menyebut cara mencangkul tersebut dengan memangkur. Setelah hancur mirip kelapa parut, sagu dikumpulkan dalam sebuah wadah bambu yang sudah dibelah. Sagu selanjutnya dicampur air untuk diperas. Air hasil perasan sagu itu akan mengandung inti sagu yang akan dimakan.
Air perasan sagu selanjutnya dibiarkan dahulu beberapa saat supaya inti sagu mengendap di dasar wadah. Berubahnya warna air perasan dari putih menjadi jernih, menjadi tanda bahwa inti sagu telah mengendap seluruhnya. Selanjutnya air itu dibuang dan inti sagu yang mirip adonan kue dibentuk menjadi bulatan-bulatan sebesar bola tenis. Ada juga yang dibentuk memanjang mirip lontong.
Dalam keranjang rotan yang mereka namakan tumang, bola dan lontong sagu mereka bawa pulang ke rumah, bertepatan dengan tibanya kaum laki-laki yang baru pulang berburu. Adonan sagu itu siap di masak. Cara memasaknya adalah dengan membakarnya. Setelah matang, sagu dimakan dengan lauk-pauk berupa hewan hasil buruan para kaum laki-laki. Sagu akan terasa lebih nikmat jika dimakan bersama sayuran jamur yang berasal dari ampas remasan sagu yang sudah busuk.
Untuk sagu yang berbentuk lontong, sebelum dimasak harus dibelah terlebih dahulu untuk memasukkan ulat sagu sebagai isinya. Saat Media bersama rombongan mencobanya, tidak ada satu pun yang dapat menjelaskan rasa lontong isi ulat itu. Namun bagi lidah masyarakat Kamoro, sagu isi ulat termasuk makanan spesial mereka. Selain terasa lezat, masyarakat Kamoro juga meyakini ulat sagu bisa menjadi makanan suplemen untuk kesehatan mereka. Proteinnya yang tinggi serta tidak mengandung kolesterol dan lemak dapat menjadi penambah tenaga mereka setiap hari.
Cara mendapatkannya pun tidak sulit. Ulat akan muncul pada batang pohon yang telah selesai dipangkur. Membusuknya batang pohon akan memancing kedatangan kawanan kumbang untuk bertelur di sana. Nah, ulat yang berasal dari telur yang menetas itulah yang akan menjadi santapan lezat orang Kamoro.(Sumber:Media Indonesia)
