Wahhabi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Artikel ini adalah bagian dari seri Islam |
Rukun Islam |
Syahadat · Shalat · Zakat · Puasa · Haji |
Rukun Iman |
Allah · Kitab · Malaikat · |
Nabi · Kiamat · Takdir |
Tokoh Islam |
Muhammad SAW |
Nabi & Rasul· Para Sahabat· Ahlul Bait |
Kota Suci |
Mekkah · Madinah · Yerusalem |
Najaf · Karbala · Kufah |
Kazimain · Mashhad · Samarrah |
Hari Raya |
Hijrah · Idul Fitri · Maulid |
Idul Adha · Asyura · Ghadir Khum |
Arsitektur |
Mesjid · Menara · Mihrab · Ka'bah |
Arsitektur Islam |
Jabatan Fungsional |
Khalifah ·Ulama ·Muadzin · Imam · Mullah |
Ayatullah · Mufti |
Teks & Hukum |
Al-Qur'an · Hadits · Sunnah |
Fiqih · Fatwa · Syariat |
Aliran |
Sunni: Hanafi · Hambali · Maliki · Syafi'i |
Syi'ah: Dua Belas Imam · Ismailiyah · Zaidiyah |
Lain-lain: Ibadi · Khawarij · Murji'ah · Mu'taziliyah |
Gerakan |
Hizbullah · Hizbut Tahrir Ikhwanul Muslimin · Tasawuf Wahhabisme · Salafiyah |
Ormas Islam |
Nahdlatul Ulama · Muhammadiyah Persis · MUI |
Lihat Pula |
Indeks artikel tentang Islam |
|
Wahhabi atau Wahabi adalah gerakan satu kaum yang bertujuan untuk memurnikan kembali ajaran agama Islam berdasarkan petunjuk Allah SWT, Nabi Muhammad SAW sebagai utusan serta berdasarkan pemahaman yang para kaum Salafush shaleh yakni orang orang yang terdahulu yang shaleh dan mendapatkan petunjuk dalam urusan agama Islam. Nama Wahhabi atau Wahabi disandarkan kepada nama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang melakukan usaha yang dianggap sebagai pemurnian agama Islam pada abad ke 18 M (1744 M) di daerah Nejed dan Hijaz yang dikenal sekarang sebagai Arab Saudi. Meskipun demikian, nama Wahhabi bukan berasal dari dalam kelompok ini. Wahhabi adalah sebutan yang digunakan oleh musuh-musuh kelompok ini untuk menakut-nakuti pengikut mereka. Penyebutan ini pun kurang tepat, mengingat bahwa Abdul Wahhab adalah bapaknya Syaikh Muhammad. Sebutan yang tepat seharusnya adalah Muhammadiyyah, seandainya kelompok ini memang menamakan dirinya dengan nama selain salafy. Gerakan Wahhabi dikenal dengan paradigma yang menganggap kebenaran mereka absolut, tidak bersedia menerima kebenaran lain, dan cenderung mengajarkan Islam yang kearab-araban dengan mengabaikan muatan tradisional dari agama Islam. Wahhabi juga merupakan ajaran yang dijadikan pegangan awal gerakan terorisme internasional. Banyak dari sekolah-sekolah di Pakistan yang memberi pengajaran kepada Taliban dan teroris Al-Qaeda merupakan bagian dari gerakan Wahabi. (Lihat Laporan Freedom House, 2005, halaman 13).
Dalam Hadits yang shahih, Nabi Muhammad SAW bersabda yang maknanya "Akan ada pada setiap zaman kaum yang berusaha memurnikan ajaran agama Islam". Usaha pemurnian ajaran agama Isalm ini benar benar dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW serta para Sahabatnya dailanjutkan oleh pengikutnya, kaum tabi'in dan tabiut tabi'in. Dalam periode selanjutnya dikenal ulama-ulama yang berusaha untuk memurnikan kembali ajaran agama Islam diantaranya adalah para penulis hadits diantaranya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, kemudian para ulama seperti Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, Syaikh Abdul Qadir Jailani dan terus dilanjutkan sampai pada masa kini diantaranya oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz dan dimasa yang akan datang. Namun demikian, hadits tersebut tidak menyebutkan siapa yang akan memurnikan ajaran Islam. Kelompok Wahhabi menganggap diri mereka sebagai kelompok yang diberi wewenang untuk memurnikan ajaran tersebut. Dalam prakteknya, kelompok Wahhabi cenderung berusaha untuk menghilangkan toleransi terhadap tradisi lokal, memaknai agama secara literal, dan banyak dihubungkan dengan pembenaran terhadap kekerasan dengan dalih agama atau memurnikan ajaran agama.
Selain dinamakan Wahhabi, kelompok ini menamakan dirinya dengan istilah Salafy yang penyebutannya berdasarkan pada Salafush Saleh yang seperti diungkapkan diatas adalah kaum terdahulu yang shaleh (baik) dan mendapatkan petunjuk dalam urusan agama. Kaum terdahulu disini adalah berdasarkan jarak terdekat dengan masa kenabian yakni :
- Para Sahabat yakni yang langsung mendapatkan ajaran Nabi.
- Tabi'in yakni generasi sesudah para sahabat.
- Tabiut Tabi'in yakni generasi sesudah para tabiin
Namun demikian, penyebutan salafy disini adalah tidak terbatas kepada sesuadah para tabi'in tetapi juga bagi kaum muslimin yang mengikuti mereka.
Daftar isi |
[sunting] Ajaran Wahhabi kelompok yang bughat pada khilafah Ustmaniyah
Berdasarkan pengertian diatas, inti ajaran wahabi dan salafy sebenarnya adalah sama yakni memberikan klaim bahwa mereka mengamalkan ajaran agama berdasarkan Alqur'an dan Hadits berdasarkan pemahaman para Salafush Shaleh tanpa terikat dengan berdasarkan Madzhab terutama mengambil salah satu madzhab tetapi mengambil ajaran-ajaran yang berada dalam madzhab tersebut yang sesuai dengan Al Qur'an dan Hadits terutama hadits yang derajatnya baik dan tidak ada pertentangan didalamnya. Hal ini sesuai dengan wasiat dari para Imam madzhab yang empat yakni Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Hambali yakni "Apabila ada ajaran atau pendapat yang bertentangan dengan hadits dan sunnah Nabi yang shahih (kuat dan benar), maka ikutilah ajaran hadits tersebut dan buang jauh-jauh pendapatku".
Namun demikian, ajaran Wahhabi selalu menganggap bahwa interpretasi mereka terhadap agama adalah yang paling benar. Mereka cenderung menafikan kondisi sosiologis dari suatu masyarakat, kenyataan historis-kultural yang berbeda dalam setiap komunitas, dan memaksakan pemikiran atau pendapat mereka yang cenderung sempit. Walaupun sesungguhnya Islam merupakan entitas yang sangat toleran terhadap kondisi aktual masyarakat, kelompok Wahhabi telah mereduksi dan mesimplifikasi kondisi sosial dan kultural masyarakat dan menjadikannya hanya sebatas pandangan literal/interpretasi literal mereka akan agama. Pemikir-pemikir Islam, seperti Ibnu Taimiyah, telah mengakui keperluan akan adanya perubahan-perubahan yang mengikuti perubahan keadaan, dan dengan alasan ini pulalah ia mengeluarkan doktrin bahwa fatwa agama bisa berubah berdasarkan perubahan waktu. Bahkan pemikir ortodoks seperti diapun menganggap penting bahwa ahkam turut dirubah dengan perubahan keadaan sejarah dan sosiologis. Kelompok Wahhabi memberi "klaim" bahwa mereka akan menyempurnakan syariah Islam. Namun demikian, syariah itu sendiri merupakan pendekatan terhadap Islam. Muhammad Mujeeb, seorang pemikir muslim dalam bidang perubahan di hukum Islam, menyatakan bahwa syari'ah adalah pendekatan terhadap Islam. Jika syariah merupakan suatu pendekatan, mengapa begitu banyak Muslim memenjarakan dan membatasi diri mereka pada teks yang dibuat oleh ahli hukum Islam dengan pendekatan tradisional beberapa ratus atau bahkan hampir seribu tahun yang lalu, dan tidak memberi penyegaran dengan menjawab kebutuhan dan kenyataan masa kini. Itulah mengapa ajaran kelompok "Wahhabi" atau "Salafi" merupakan ajaran yang membahayakan Islam yang membumi dengan melihat kondisi historis dan sosiologis suatu masyarakat dan harus diwaspadai.
[sunting] Tata cara pengambilan dalil dalam ajaran Wahhabi
Dalam pelaksanaan ajaran agama, kaum wahabi atau salafy mengambil dalil hukum syariat berdasarkan
- Al Qur'an yang merupakan firman Allah dan kitab suci kaum muslimin.
- Hadits yang berisi sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Ijma' yakni kesepakatan para ulama kaum muslimin yang tidak ada pertentangan didalamnya dan tidak menyelisihi Al Qur'an dan Hadits.
- Qiyas atau analogi yakni pengambilan hukum suatu kasus berdasarkan hukum kasus yang lain yang terdapat kesamaan ciri dan sebab didalamnya bila tidak ada hukum yang khusus yang membahas secara tersendiri.
Pengambilan hukum hukum ini berlaku baik dalam masalah Aqidah atau keyakinan serta masalah Muammalah atau hubungan sosial interaksi antar manusia. Sehingga benar benar murni dan menghindari bid'ah yakni segala sesuatu yang baru dalam ajaran agama yang menyelisihi apa-apa yang diajarkan oleh Allah SWT, Nabi Muhammad SAW dan pemahaman Salafush shaleh. Sementara dalam masalah dunia, ajaran wahhabi atau salafy adalah mengambil manfaat dari kemajuan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan ummat manusia dan tidak membahayakan didalamnya sebagai sarana beribadah dan muammalah bagi manusia. Namun untuk hukum-hukum muammalah, karena masalah interaksi sosial berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, maka tata caranya adalah berdasarkan empat ketentuan diatas serta ditinjau dari segala sisi dalam kegiatan muamalah agar menghindari hal hal yang syubhat yakni yang tidak jelas antara yang dihalalkan (dibolehkan dalam ajaran agama) maupun yang diharamkan (yang dilarang dalam ajaran agama).
Mereka mendefinisikan tata cara pengambilan dalil ini sebagai kaidah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Kata Ahlu Sunnah berarti adalah orang orang yang mengikuti sunnah atau tata cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang merupakan utusan Allah SWT . Sementara Jamaah disini adalah jamaah kaum muslimin yang merupakan satu jamaah yang sama sama mengukuti sunnah nabi meskipun pada zaman dan kurun waktu yang berbeda.
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia |
[sunting] Sejarah dan Perjalanannya
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.
Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."
Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata.
Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Al-Qur'an menegaskan:
"Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yunus : 106]
Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:
"Artinya : Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.
[1]. Penentangan Orang-Orang Batil Terhadapnya Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman:
"Artinya : Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." [Shaad : 5]
Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhannahu wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.
Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima[3], padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.
Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab –rahimahullah- telah menulis kitab "Mukhtashar Siiratur Rasuul Shalallaahu alaihi wasalam ". Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah Shallallahu â€کalaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.
Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur'an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya.
Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.
[2]. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan:
" Artinya : Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma dibunuh.
Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan seba-liknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.
[3]. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-tokoh Sejarah", di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan.
Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.
Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah[4] agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo'a hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga.
[Disalin dari kitab Minhajul Firqah An-Najiyah Wat Thaifah Al-Manshurah, edisi Indonesia Jalan Golongan Yang Selamat, Penulis Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Penerbit Darul Haq]
Foote Note [1]. Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa’d yang dikuburkan di dalam masjidnya. [2]. Orang-orang Salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para Salafus Shalih. Yaitu Rasulullah Shallallahu â€کalaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in [3].Sebab yang terkenal dalam dunia Fiqih hanya ada empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. [4]. Kaum Murtaziqoh yaitu orang-orang bayaran.
sumber: almanhaj.or.id