Ahlus Sunnah wal Jama'ah menurut Salafi
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Di bawah ini adalah beberapa pendapat ulama Salafi tentang definisi Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yang disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004 M.
Daftar isi |
[sunting] Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah 'Alaihi Asholatu wa Sallam dan para Sahabatnya r.a. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi saw dan para Sahabatnya r.a.
Ini merupakan salah satu aliran teologi dalam Islam yang timbul karena reaksi terhadap paham golongan Muktazilah, merupakan nama bagi aliran Asy'ariyah dan Maturidiah. Paham Muktazilah (aliran teologi Islam yang dikenal bersifat rasional dan liberal) yang disebarkan pertama kali oleh Wasil bin Ata (80 H/699 M - 131 H/746 M) pada tahun 100 H/718 M berpengaruh dalam masyarakat. Pengaruh ini mencapai puncaknya pada masa khalifah Abbasiyah, yaitu al-Ma'mun(198 H/813 M - 218 H/833 M), al-Mu'tasim (218 H/842 M-227 H/833 M), dan al-Wasiq(227 H/842 M - 233 H/847 M). Pengaruh ini semakin kuat ketika aliran Muktazilah dijadikan sebagai mazhab resmi yang dianut negara pada masa Khalifah al-Ma'mun.
Dalam penyebaran paham Muktazilah terjadi peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah perkembangan Muktazilah itu sendiri. Khalifah al-Ma'mun dalam menerapkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar melakukan pemaksaan paham Muktazilah kepada seluruh jajaran pemerintahannya, bahkan juga seluruh masyarakat Islam. Dalam pemaksaan paham Muktazilah ini banyak ulama yang menjadi panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. hal ini misalnya terjadi pada Imam Ahmad bin Hanbal, seorang yang berpegang teguh pada hadis Nabi SAW dan tidak mau menerima logika dalam pembuktian-pembuktian masalah-masalah akidah, yang harus mendapatkan siksaan karena sikap kuat dan konsistennya dalam mempertahankan prinsip bahwa Al-Qur'an itu bukanlah makhluk sebagaimana yang dianut oleh paham Muktazilah.
[sunting] as-Sunnah
[sunting] menurut bahasa
As-Sunnah menurut bahasa adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk[1].
[sunting] menurut ulama
Sedangkan menurut ulama ‘aqidah, as-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah as-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengiku-tinya akan dipuji dan orang-orang yang menyalahinya akan dicela.[2]
[sunting] menurut Ibnu Rajab al-Hanbaly
Pengertian as-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbaly Rahimahullah (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah as-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan as-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashry (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’iy (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).” [3]
[sunting] al-Jama'ah
[sunting] menurut bahasa
Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haq/kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[4]
[sunting] menurut ulama 'aqidah
Jama’ah menurut ulama ‘aqidah adalah generasi pertama dari umat ini, yaitu kalangan Sahabat Nabi, Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.[5]
[sunting] menurut Imam Abu Syammah
Kata Imam Abu Syammah as-Syafi’i Rahimahullah (wafat th. 665 H): “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya ialah ber-pegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallamj dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”
[sunting] menurut Ibnu Mas'ud
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud[6]:
- “Artinya : Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”[7]
[sunting] Kesimpulan
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mem-punyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.
Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaifah al-Manshuurah (golongan yang mendapatkan pertolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghuraba’ (orang asing).
[sunting] tentang at-Thaifah al-Manshuurah
Tentang at-Thaifah al-Manshuurah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
- “Artinya : Senantiasa ada segolongan dari umatku yang selalu dalam kebenaran menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolongnya dan orang yang menyelisihinya sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”[8]
[sunting] tentang al-Ghurabaa'
Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
- "Artinya : Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagai-mana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghuraba’ (orang-orang asing).” [9]
Sedangkan makna al-Ghuraba’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari menerangkan tentang makna dari al-Ghuraba’, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
- "Artinya : Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya.” [10]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghuraba’:
- “Artinya : Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.” [11]
Dalam riwayat yang lain disebutkan:
- “Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.”[12]
[sunting] Ahlul Hadits
Ahlus Sunnah, at-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, at-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadist suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti, ‘Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madiiny, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhary, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya, Rahimahullah.[13]
[sunting] pendapat Imam asy-Syafi'i
Imam asy-Syafi’i[14] (wafat th. 204 H) Rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.”[15]
[sunting] pendapat Ibnu Hazm az-Zhahiri
Imam Ibnu Hazm az-Zhahiri (wafat th. 456 H) menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah, “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah Ahlul Haq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Shahabat Radhiyallahu Ajma'in dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian Ash-habul Hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.” [16]
[sunting] Referensi
- ^ Lisanul ‘Arab (VI/399)
- ^ Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah (hal. 16)
- ^ Jaami’ul ‘Uluum wal Hikaam (hal. 495) oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad, cet. II, Daar Ibnul Jauzy, th. 1420 H
- ^ Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqiidah
- ^ Syarah Khalil Hirras, hal. 61
- ^ Seorang Sahabat Nabi, nama lengkapnya ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu ‘Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya, Fathimah binti Khattab, masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling ‘alim tentang al-Qur'an dan tafsirnya sebagai-mana telah diakui oleh Nabi diakui oleh Nabi. Beliau dikirim oleh Umar bin Khattab ke Kufah untuk mengajar kaum muslimin dan diutus oleh Utsman bin Affan ke Madinah. Beliau wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah (II/368 no. 4954)
- ^ Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman, Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Laalika-iy no. 160
- ^ HR. Al-Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037 (174)), dari Muawiyah
- ^ HR. Muslim no. 145 dari Abu Hurairah
- ^ HR. Ahmad (II/177, 222), Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (VI/207 no. 6650). Lihat juga Bashaairu Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125
- ^ HR. Abu Ja’far ath-Thahawy dalam Syarah Musykilul Atsaar (II/170 no. 689), al-Laalika-iy dalam Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah no. 173 dari Shabahat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykiilul Atsaar (II/170-171) dan Silsilah Ahaadits as-Shahiihah no. 1273
- ^ HR. At-Tirmidzi no. 2630, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari ‘Amr bin ‘Auf
- ^ Sunan at-Tirmidzi, Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany Rahimahullah (I/539 no. 270) dan Ahlul Hadits Humuth Thaifah al-Manshurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly
- ^ Nama lengkap beliau, Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas al-Qurasyi asy-Syafi’i Rahimahullah, yang terkenal dengan sebutan Imam asy-Syafi’i, beliau punya hubungan nasab dengan anak paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang bertemu dengannya pada silsilah ‘Abdi Manaf. Beliau dilahirkan tahun 150 H. Para ulama sepakat bahwa beliau adalah orang yang tsiqah, amanah, adil, zuhud, wara’, ‘alim, faqih dan dermawan. Beliau wafat di Mesir th. 204 H dalam usia 54 tahun. Di antara kitab-kitab karya beliau adalah kitab al-Umm dalam bidang fiqih, ar-Risaalah dalam ushul fiqih dan lainnya. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/5-99). Untuk menge-tahui lebih jelas tentang manhaj Imam asy-Syafi’i dalam masalah ‘aqidah dapat dilihat pada kitab Manhajul Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah karya Dr. Muham-mad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil, cet. I-1419 H, dalam dua jilid.
- ^ Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/60)
- ^ Al-Fishaal fil Milaal wal Ahwaa’ wan Nihaal II/271-Daarul Jiil, Beirut.